Supernova; Lubang Hitam yang Kini Menutup.

  
Makassar – Indonesia, 3 Maret 2016 [08:19 PM]

Saya mengenal Supernova melalui refleksinya di lembar terakhir Filosofi Kopi pada tahun 2006. Bagi anak muda yang dibuat jatuh cinta oleh religiulitas Hera mencari Herman, saya pun merajah diri dengan nomor keanggotaan mistis dalam tarekat adDEEction. 

Setelah itu, tahun-tahun berikutnya saya seakan terserap kedalam kumparan dunia Dee Lestari di tiap lembar karyanya yg lain; sebut saja Perahu Kertas, Rectoverso dan kepingan favorit saya; Madre.

Tapi berbeda dengan yang lain, saya sengaja mengacuhkan Supernova.

Bagi saya ia layaknya lubang hitam yang terbuka dan tak jelas ujung akhirnya, begitu menarik sehingga saya takut untuk terseret dan menemukan kehampaan tatkala harus beririsan dengan kenyataan bahwa ia adalah sebuah gala yang belum purna, cerita yang aksara-aksara pelanjutnya masih tersembunyi kabut ide dan bersemayam dalam kuil imajinasi seorang Dewi Lestari, tempat dimana ia belum mengizinkan kami -para pembacanya- untuk masuk dan bergumul dengan tokoh-tokoh yang telah bertahun-tahun hidup dalam tiga buku dan merindu kelanjutannya.

Dan selama itu pula, saya turut mengumpulkan buku-buku Supernova…

Jangan tanya sudah berapa kali saya membeli KESATRIA, PUTRI & BINTANG JATUH yang senantiasa berhasil lepas dan menemukan tuan baru di tangan teman atau kerabat yang seakan amnesia saat tanggal janji pengembalian buku telah tiba.

AKAR yang saya beli beberapa tahun yang lalu pun telah berganti sampul dengan coretan tangan adik saya yang -saat itu- tengah belajar menulis di kelas satu. Lembar demi lembar PETIR pun telah menguning di makan waktu tanpa pernah dibuka, layaknya perawan tua yang tak pernah mendapat sentuhan tangan pejantannya.

Saya pun sempat putus asa dan menganggap seri Supernova ini tak akan pernah lengkap. Bodhi dan Elektra tak akan pernah bertemu, Gio selamanya akan hidup dengan tanda tanya besar akan keberadaan Diva dan stagnasi Dimas-Reuben adalah sebuah keabadian. Hal-hal yang saya ketahui melalui beberapa baris narasi disampul belakang KPBJ, Akar dan Petir

Kabar baik itu datang tatkala Partikel akhirnya lahir dari rahim tua serial Supernova. Saya yang saat itu tengah menetap di tenggara Afrika begitu senang mendengar celotehan di dunia maya tentang Zarah dan Fungi yang tampak begitu mistis, rahasia yang terangkai dengan apik melalui pencarian panjang yang membuatnya berpetualang melintas dimensi dan membuat definisi ruang-waktu berelongasi dalam bentuk yang tak lagi solid.

Kemudian berlanjut dengan terbitnya Gelombang dan memperkenalkan kisah perantauan Alfa kepada para pengagum mortalnya yang menantikannya lahir jauh sebelum embrionya tercipta. Tahun itu 2014, dan gelombang rasa suka cita turut pula menghantam saya yang tengah menetap di Pakistan.

Meloncat dua tahun dan Inteligensi Embun Pagi akhirnya terbit. Siapa sangka saya yang tengah menikmati libur panjang di Indonesia dapat memegang buku tebal bersampul putih itu di hari lahirnya! Ada rasa lega yang teramat sangat menyadari bahwa penantian panjang untuk membaca Supernova sebagai sebuah kesatuan tiba pada garis finish. 

Kini saya siap melebur dalam semesta Supernova, menikmati kelahiran kembali sebuah bintang yang telah lama diimpikan dan terjun dalam lubang hitam kisah, intrik, rahasia enam buku ini yang kini menutup sempurna.

Mengambanglah saya disana selamanya, dan itu tak mengapa

Tabik;

H

19 thoughts on “Supernova; Lubang Hitam yang Kini Menutup.

  1. Sudah ga sabar nih menunggu IEP datang minggu depan ke Belanda. Untung ada temen yang bisa dititipin, tapi dia mampir ke Iceland dulu *IEP nya sudah ke Iceland, yg beli duduk anteng dirumah 😅

    Liked by 1 person

  2. Sudah baca tuntas semua seri supernova termasuk IEP. Sepertinya saya melihat metamorfosis dari sang penulis sendiri setelah beberapa buku. Salam.

    Like

  3. minggu lalu saya baru menuntaskan supernova, benar-benar mengaduk-aduk pikiran dan seru! *meski kadang masih tersesat di sejumlah istilah yang membingungkan XD

    Like

Leave a comment