Di Kepalan Tangan 125 Pemuda!

Juba – Sudan Selatan, 23 April 2016 [09:38 AM]

Dan untuk beberapa hal tertentu, jarak dan waktu mengekalkan kenangan…

***

Pagi ini saya terbangun sembari mengingat pagi yang sama empat belas hari yang lalu, pagi terakhir yang saya lewatkan bersama 125 orang yang saya temui enam hari sebelumnya. Kami bersama terangkul dalam Persiapan Keberangkatan (PK) 62 sebagai rangkaian prosesi penerimaan beasiswa LPDP.

Seharusnya saya menceritakan padamu bagaimana enam hari yang saya lewatkan dengan dentang waktu yang seakan tak mengenal sekat hari. Malam memanjang hingga ia dapat memeluk pagi, tidur pun menjadi komoditas paling berharga yang setiap detiknya seakan dipancung pendek dan tak pernah menyisakan ruang untuk mimpi datang berkunjung.

Dan mungkin saya pun harus membagi rahasia tentang tumpukan tugas yang datang silih berganti, menggunung dan tampak tak teraih, dengan buas merenggut waktu sempit yang seharusnya saya lewatkan bersama keluarga. Tugas yang sejauh nalar saya berusaha membenarkan, tampak tak memiliki keterikatan dengan profesi maupun rencana saya bersekolah.

Seharusnya saya bercerita padamu tentang tokoh-tokoh yang kami sambut dengan kaki berbanjar dan tepukan meriah, dari pak menteri hingga enterpreneur, dari sang politis hingga sang idealis, individu yang menyuntikkan semangat nasionalisme dan menyisakan kekaguman setiap kali salam terakhir mereka haturkan dan punggung mereka menghilang dari sudut pintu.

Tapi itu kemudian menjadi tidak begitu berarti ketika pembelajaran sesungguhnya datang dari 125 anak muda yang kemudian mengisi hari saya di sebuah aula kecil di Depok.

***

Saya hampir lupa kapan terakhir kali saya terbangun dari tidur dan menyadari bahwa selama ini saya hidup dalam mimpi intelektual? Sepertinya sudah lama sekali. Dan tidak, saya tidak bermaksud untuk bermetafora ataupun meneriakkan jargon bahwa hidup harus senantiasa dipenuhi dengan tegukan-tegukan ilmu yang memabukkan ataupun logika yang terikat jauh di dasar jurang nalar. Hanya saja, saya baru menyadari bahwa begitu banyak hal rumit di dunia ini yang dapat dijelaskan dengan cara-cara sederhana, layaknya menerima fakta bahwa senyuman seorang bayi adalah lobi universal yang dapat melunakkan hati seorang serdadu berang.

Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!

Saya termasuk orang yang pernah skeptikal dengan jargon Soekarno itu, bagi saya janji-janji kemerdekaan adalah sebuah sabda usang yang kekal dalam lisan dan tulisan saja. Tak ada 1000 orang tua atau 10 anak muda pun yang dapat memberangus kelamnya tantangan masa depan yang dihadapi Indonesia. Kita laksana bangsa yang terhanyut dalam gegap gempita kekayaan semu alamnya dan disumpal kompleksitas janji penguasa.

Tapi enam hari berbagi ruang kecil di Wisma Hijau membuat saya belajar bahwa menuai janji itu adalah persoalan sederhana. Sebab negeri ini tengah menyemai mimpi dalam tiap-tiap individu yang saya temui disana!

IMG_2016-04-24 18:01:43.jpg
126 Ksatria Bumantara berfoto bersama selepas pembukaan Persiapan Keberangkatan (PK) 62.

Pada enam hari itu semua sekat dileburkan. Tak ada rentang usia, latar belakang, agama dan suku yang menjadi pemisah. PK mengajak kami melintas satu batas yang selama ini urung kami lewati. Saya bukanlah saya yang seorang dokter, disana saya adalah pria yang berdiri di belakang kamera, wajah letih yang ditemui di sudut belakang aula serta gegap tawa dan lantunan nada yang hadir dari sebuah kelompok bernama Arung Palakka.

Tapi kondisi tak berlabel itu yang kemudian saya syukuri, ia membuat gelas saya kembali kosong untuk belajar dari 125 cendekia yang menjadi tiang-tiang tumpuan negeri ini. 

Dari para pendidik muda yang menebar jaring ilmunya di bangku-bangku sekolah hingga ruang-ruang tak berdinding. Para pelaku kesehatan yang telah mengecap manis getirnya hidup di pelosok Indonesia. Mereka yang menguasai beragam bahasa dan membuat komunikasi menjadi ilmu yang begitu hakiki. Ahli IT yang menjadi pemilik tangan-tangan tak kasat mata di dunia maya. Para insinyur, para ahli hukum, mereka yang mendalami ilmu pasti hingga para peneliti muda yang sebentar lagi akan menggelotorkan ide serta hipotesa mereka di kampus-kampus terbaik di bumi ini.

Tiap sudut dan tempat menjadi ruang bagi saya menemukan.

Menemukan talenta seni dari santri pesantren gontor, suara emas yang tersebar dari barat hingga timur Indonesia, paras ayu yang dengan luwes membawakan risalah tari nusantara, tubuh tegap sang ahli silat yang membuka pagi dan beragam individu dengan jutaan ide kreatif yang membuat malam panjang serta tubuh letih senantiasa berselimut gelak tawa dan riuh suara.

Tak jarang pula saya menangkap mimpi-mimpi yang dilemparkan ke meja makan, mimpi sederhana namun hangat dari pria yang bercita-cita memiliki TK, ambulans, aplikasi penjualan tiket hingga mereka yang memiliki visi besar membangun Indonesia dalam ruang profesi yang tengah mereka geluti. Pemimpin menjelma dari sosok-sosok muda, sifat altruisme dapat saya temui dimana-mana. Dari tepukan ringan tatkala mata tengah terpejam sedikit lebih lama, hingga 126 tubuh lelah yang urung beranjak hingga semua tugas tandas dilaksanakan secara bersama-sama. Maka tak ada keluhan yang terlontar tatkala saya harus melewatkan malam tanpa jeda bersama dua orang pemuda demi menuntaskan 10 menit video yang menjadi persembahan terakhir kami untuk dikenang selamanya.

***

Persiapan Keberangkatan membuktikan kepada saya bahwa kekuatan negeri ini ada di pundak generasi muda yang bersinergi, ia dapat menjadi tembok pelindung dari gempuran sistem korosif yang menampar idealisme dan dapat pula menjadi batang-batang baja yang menyusun rangka pembangunan Indonesia. Menyadari bahwa 125 orang itu adalah satu bagian kecil dari ribuan cendekia yang lahir dari rahim LPDP dan juga berbagi mimpi yang sama membuat saya untuk pertama kalinya mengembangkan senyum memandang masa depan negeri ini.

Saya sungguh beruntung dapat berinteraksi dan mengenal 125 Ksatria Bumantara dan khususnya dua puluh cendekia muda yang tergabung dalam kelompok Arung Palakka. Sebuah kesempatan langka yang mungkin adalah satu dari jutaan kemungkinan yang tak akan berulang.

Namun saya percaya bahwa kemanapun mereka menerbangkan asa, satu benih mimpi serta janji kepada Ibu Pertiwi turut dibawa serta dalam kepalan tangan mereka, hingga tiba saatnya untuk mereka pulang dan menulis kisah baru tentang tanah merdeka serta janji-janji yang terpenuhi.

***

Dan hingga saat itu tiba, izinkan saya mengekalkan kenangan ini untuk mereka….

 

IMG_2016-04-24 16:27:28.jpg
Kelompok Arung Palakka PK 62

 

*Teruntuk Julia Kharisma Putri Shaliha, Nila Sukmawati, Tan Paramita, Fitria Sari, Magfirah Ismayanti, Adi Hersuni, Yeyen Nurhamiyah, Andromeda Siddhik Yogama, Lilis Iskandar, Rahadyana Muslichah, Zaldi Harfal, Aufar Ridwansyah, Ahmad Rismawan Firdaus, Puti Serena, Krishna Widita Nawacandra, Adrianto Dwi Nugroho, Ardimas Andi Purwita, Abdullah Muslich Rizal Maulana, Lanang Bintang, Adi Hersuni serta 105 orang Ksatria Bumantara lainnya.

Dan enam hari untuk selamanya.

31 thoughts on “Di Kepalan Tangan 125 Pemuda!

    1. Never thought that the hilarious Andro is indeed a sensitive guy, hehe…

      Couldn’t agree anymore.. #hikss

      Will always cherish every moments that I spent with Ksatria Bumantara 🙂

      Like

      1. berarti mestinya judulnya “Di Kepalan Tangan 126 Pemuda” dong ya. Kak Husni kan orang. Walaupun 1 tetep mesti dihitung.

        Like

      2. Never thought that hilarious Andro is indeed a sensitive guy, hehe..

        Thank you for the writing Mas Husni! these words surely found place in my heart #hikss

        Will always cherish the moments that I spent with Ksatria Bumantara 🙂

        Liked by 1 person

  1. Beberapa waktu lalu sempat terpikir kenapa Kak Husni gak daftar LPDP eh alhamdulillah sudah diterima dan sudah PK. Selamat Kak! Semoga lancar kuliahnya dan terus menginspirasi lewat tulisannya di blog. Salam Sehat dan Semangat dari PK46 :))))

    Liked by 1 person

  2. Wah, baru nemu blognya pas mau cabut. Ini ga fair! Hehe.. Salam kenal!

    Tulisannya bagus, suka banget. Inspiratif, penuh ide, kaya diksi, segar pula. Berangkat sekolah ke mana, Bang Husni?

    Like

  3. Disaat mungkin beberapa orang sudah merasa puas akan hal kecil yang sudah terwujud, Mr H membuktikan bahwa hidup tak cukup hanya dengan satu impian yang telah terwujud..Bahwa hidup harus terus bermakna, bahwa sejatinya mimpi tak harus diwujudkan, tapi harus terus dibuat dan dikejar..

    Semoga inspirasi yang telah dishare menjadi ladang pahala bagi anda, Mr H

    Salam,
    RDF

    Liked by 1 person

Leave a comment