Masih jelas di ingatan saya, suatu hari di pertengahan Mei. Daniel, kordinator saya mengirimkan sebuah pesan singkat yang isinya meminta saya kembali ke kota Thyolo hari itu juga. “packed your stuff, sign your holiday form. You’re going to Kenya for 3 weeks starting tomorrow” ucapnya setiba saya di kantor.
Masih terkejut, saya coba menalar apa yang terjadi, liburan gratis dan tiba-tiba ini terlalu sulit untuk dipercaya. Menerka-nerka apa penyebabnya dan akhirnya saya tergelak sendiri. Ahh! visa saya di Republik Malawi sudah hampir habis masa berlakunya. Saya harus keluar dari negara ini sementara waktu.
Dan kali ini saya akan berbagi sedikit keruwetan…
Sebagai pemegang paspor hijau, hidup di Afrika susah-susah gampang. Banyaknya negara yang tidak memiliki kedutaan di Indonesia (negara-negara yang dahulunya tidak pernah saya dengar namanya termasuk republik Malawi) menjadi penyebabnya, sehingga bagi warga negara Indonesia saya harus mengajukan aplikasi visa di negara lain. Jepang salah satu negara “terdekat” di Asia dimana kita bisa mengajukan visa. Kali ini saya beruntung bisa mengajukan dan mendapat visa Republik Malawi di kedutaan mereka di Brussels-Belgia.
Untuk perpanjangan visa kali ini, mau tidak mau saya harus kembali mengajukannya di negara lain. Kenya menjadi tujuan saya, karena merupakan salah satu negara “terdekat” dari Republik Malawi. Untuk memasukinya, warga Indonesia cukup membeli visa on arrival.
Republik Malawi memiliki kedutaan di Nairobi ibukota Kenya, para pelancong dapat mengajukan visa disini. Permasalahan berikutnya adalah, sebagai warga negara Indonesia yang tidak berstatus temporary resident of Kenya, saya tidak bisa mengajukan permohonan visa Republik Malawi melalui kedutaan mereka di Kenya. Sehingga satu-satunya cara adalah saya harus kembali mengajukan permohonan visa di kedutaan mereka di Brussels-Belgia.
Membayangkan harus kembali ke Eropa di penghujung musim dingin, sungguh bukan hal yang menarik bagi saya.
Beruntunglah saya hanya perlu terbang ke Kenya menikmati liburan dengan matahari musim panas sambil menanti paspor saya kembali dari perjalanannya ke Eropa dengan selembar visa Republik Malawi kembali tertempel disana.
Bukankah ini sangat sempurna?! 🙂
Satu-satunya penerbangan ke Kenya adalah melalui Lilongwe, ibukota Republik Malawi dan perjalanan dari distrik Thyolo ke Lilongwe menempuh waktu 6 jam melewati luasnya plateu-plateu dan savana gundul memberi landscape berwarna coklat yang tidak pernah membosankan. Bunga kuning khas musim dingin sudah mulai tampak bermekaran saat itu…
….
Sesampainya di Kenya,
“Karibu!” seorang pria yang membawa kertas putih bertuliskan nama saya menyapa seketika saat saya keluar dari terminal kedatangan di bandara Jomo Kenyatta International Airport.
“Karibu is welcome in swahili, so welcome to Kenya” dia mencoba menjelaskan sambil mengantarkan saya melintasi kemacetan Nairobi menuju MSF Guesthouse, tempat saya bermungkim hingga tiga minggu ke depan. Nancy housekeeper di guesthouse telah menanti dan memberikan pelukan hangat selamat datang.
…
Pagi itu saya terbangun di desa kecil di selatan Republik Malawi dan malamnya saya tertidur di salah satu guesthouse di tengah hiruk pikuk kota Nairobi.
Ahh, hiruk pikuk kota dan kemacetan dimana-mana, entah mengapa rasanya mirip pulang ke rumah… 🙂
You must be logged in to post a comment.