Loe Valley: The Camp

Tahun dua ribu tiga adalah kali pertama saya mendaki. Saat itu saya mengikuti proses penerimaan anggota baru di sebuah organisasi kampus. Saya yang baru dan tak mengenal alam sama sekali berusaha mempersiapkan diri sebaik mungkin sebagai jawaban akan begitu banyak keraguan yang saat itu saya rasakan.

Layaknya vitamin, senior-senior saya dengan telaten dan tanpa jeda mencekoki saya dengan gambaran indahnya alam di luar sana, sebagai penyemangat bagi kami untuk tak mundur dari prosesi ini. Walau terkadang secara tak sadar umpatan akan beratnya pendakian juga sering terlontar dalam candaan-candaan bebas mereka.

Lebih dua bulan saya mempersiapkan diri, mengikuti olahraga bersama rekan-rekan kelompok pendakian dan berburu perlengkapan gunung yang sebagian besar namanya tak pernah saya dengar sebelumnya.

Saat waktu pendakian tiba, tubuh saya yang ceking dijejali dengan tas raksasa yang mampu memuat sebuah tenda dan perlengkapan masak layaknya dapur ibu saya. Sepatu berat yang menderap seperti milik para tentara bersanding dengan sebuah botol air minum kecil yang saya ragukan isinya dapat bertahan memenuhi dahaga saya hingga tiba di tujuan kami nantinya.

Kemudian kami mulai berjalan, ke tempat yang sejak beberapa bulan yang lalu telah menjadi satu-satunya target hidup saya. Sungguh saya buta arah, saya hanya tahu mengekor mereka yang melangkah di depan. Kaki saya melangkah berat, pelan dan goyah

Perjalanan itu menjadi perjalanan terberat dan terlama dalam hidup saya saat itu, semangat saya mengendur dan menguap pelan-pelan. Senyum berganti dengan umpatan, dan saat itu saya berjanji tak akan pernah mendaki lagi!

Waktu berganti dan janji tinggallah janji…

Ini kali keberapa saya mendaki? Saya pun sudah tak tahu pasti. Umpatan itu masih tetap saya lontarkan, berjanji untuk tidak akan pernah mendaki lagi. Tetapi ada sesuatu di ujung perjalanan yang selalu membuat saya mengingkari janji itu.

Sekali lagi, kemudian sekali lagi… Continue reading

92 Hari yang Lalu di Cape Maclear

I need a holiday soon!” ujarku pada Andy beberapa hari yang lalu saat memandang antrian pasien yang tiada berujung.  Entah mengapa, hiburan paling menyenangkan walau hanya berupa pikiran adalah liburan. Dan itu membuat saya kembali memutar rekaman kenangan 92 hari yang lalu ke Cape Maclear di Lake Malawi.

Saya sebagaimana layaknya orang Indonesia lain yang lahir dan besar bertemankan laut dan garam, selalu ada kerinduan akan pantai dan ombak. Sayangnya di landlocked country ini yang berbataskan daratan negara lain, pantai dan laut adalah hal yang mustahil ditemui. Lake Malawi adalah satu-satunya tempat dimana saya bisa berenang dalam kolam renang raksasa buatan Tuhan.

Tepat libur paskah, saya dan beberapa kolega dari MSF Belgium dan MSF Paris memutuskan untuk berkunjung ke Cape Maclear, salah satu titik di sepanjang garis pantai danau yang menempati posisi ketiga sebagai danau terbesar di Afrika. Saking luasnya danau ini, sehingga dia memuat 1//3 bagian dari Republik Malawi. Beberapa kali saya sempat tertidur dalam mini van yang kami kendarai saat memasuki wilayah distrik Manggochi, dimana birunya danau telah terlihat, terbangun beberapa jam kemudian dan masih mendapati pemandangan yang sama. Dan Cape Maclear yang kami tuju masih beberapa jam lagi jauhnya.

Hamparan pemandangan pulau-pulau kecil tersebar di sepanjang jalan serta horizon yang tak berujung. Apabila tak ada yang memberi tahu sebelumnya, saya akan dengan mudah menyangka bahwa Lake Malawi yang dikenal juga sebagai Lake Nyassa sesungguhnya adalah lautan. Malawi berbagi danau raksasa ini dengan Mozambique dan juga Tanzania. Continue reading

Hari ini teman-teman dari grup #duaranselwannabe berkumpul untuk pertama kalinya!

Dan selalu ada yang istimewa dari pertemuan pertama. tidak sabar rasanya menanti cerita apa yang bakal tertuang dari riuhnya suara-suara yang akhirnya melebur nyata, bukan hanya kata demi kata yang berbaris rapi di chat grup bbm.

Berharap bisa ikut menikmati malam bersama mereka disana, tapi mungkin untuk saat ini. biarlah salam hangat tersampaikan, melalui canggihnya teknologi. Hingga nanti kerinduan maya terhapus oleh perjumpaan nyata.

Selamat bertemu dan berbagi mimpi teman-teman #duaranselwannabe

ps: fotonya kabur harap dimaklumi, yang memotret baru pertama kali memegang kamera.