92 Hari yang Lalu di Cape Maclear

I need a holiday soon!” ujarku pada Andy beberapa hari yang lalu saat memandang antrian pasien yang tiada berujung.  Entah mengapa, hiburan paling menyenangkan walau hanya berupa pikiran adalah liburan. Dan itu membuat saya kembali memutar rekaman kenangan 92 hari yang lalu ke Cape Maclear di Lake Malawi.

Saya sebagaimana layaknya orang Indonesia lain yang lahir dan besar bertemankan laut dan garam, selalu ada kerinduan akan pantai dan ombak. Sayangnya di landlocked country ini yang berbataskan daratan negara lain, pantai dan laut adalah hal yang mustahil ditemui. Lake Malawi adalah satu-satunya tempat dimana saya bisa berenang dalam kolam renang raksasa buatan Tuhan.

Tepat libur paskah, saya dan beberapa kolega dari MSF Belgium dan MSF Paris memutuskan untuk berkunjung ke Cape Maclear, salah satu titik di sepanjang garis pantai danau yang menempati posisi ketiga sebagai danau terbesar di Afrika. Saking luasnya danau ini, sehingga dia memuat 1//3 bagian dari Republik Malawi. Beberapa kali saya sempat tertidur dalam mini van yang kami kendarai saat memasuki wilayah distrik Manggochi, dimana birunya danau telah terlihat, terbangun beberapa jam kemudian dan masih mendapati pemandangan yang sama. Dan Cape Maclear yang kami tuju masih beberapa jam lagi jauhnya.

Hamparan pemandangan pulau-pulau kecil tersebar di sepanjang jalan serta horizon yang tak berujung. Apabila tak ada yang memberi tahu sebelumnya, saya akan dengan mudah menyangka bahwa Lake Malawi yang dikenal juga sebagai Lake Nyassa sesungguhnya adalah lautan. Malawi berbagi danau raksasa ini dengan Mozambique dan juga Tanzania.

Sekitar 6 jam perjalanan sebelum akhirnya kami tiba di Lodge yang kami telah pesan sebelumnya. Tidak ada bunyi deburan ombak, tidak ada semilir angin membawa buih garam. Tapi ada ketenangan dan pemandangan menakjubkan saat saya membuka pintu ke beranda lodge kami. Birunya air danau yang tenang dan gugusan pulau-pulau yang berbaris kokoh di kejauhan serta pantai berpasir coklat kekuningan. Seketika kerinduan saya akan laut terhapuskan. Tidak ada yang lebih saya inginkan selain menceburkan diri ke air!  

Sensasi berikutnya tidak kalah uniknya, airnya tawar dan hangat, tidak ada gugusan karang yang terlihat tapi tergantikan oleh banyaknya batu-batu raksasa di dasar danau. Sempat pula saya terkaget saat berenang dan menyadari tidak ada gradasi pantai, beberapa langkah dari pantai maka kedalaman danau seketika berubah menjadi lebih dari 10 meter. Tak ayal danau ini bertengger di posisi kedua danau terdalam di benua Afrika. Sungguh menyerupai kolam raksasa tak berujung.

Tidak ada yang lebih menyenangkan selain melewatkan hari dengan berenang, berjemur di tengah kapal layar dengan secangkir kopi, musik dan bacaan menarik. Semestaku cukup sampai disitu saja…

Malam di Cape Maclear tidak kalah menariknya, beberapa musisi lokal mendatangi lodge kami dan mulai memainkan musik. Malam itu, irama reggae lebih tebal dibandingkan asap yang keluar dari santapan ikan kampango panggang tangkapan nelayan lokal.

Keesokan harinya, kami memutuskan untuk berlayar menuju salah satu gugusan pulau di Lake Malawi, menumpang perahu nelayan lokal kami menuju sebuah pulau tanpa nama dengan yang tampak menarik dengan hamparan batu besar. Melewatkan sebagian besar hari itu dengan berenang, tidur dan bercakap melepas penat. Uniknya saat berenang, ikan-ikan disini pun rupanya sangat RAMAH! Dengan mudah ratusan ikan kecil berwarna kuning biru akan mendekat seketika saat saya dan teman skin diving beberapa meter ke bawah air. Mungkin ini yang membuat anak-anak nelayan senang berburu ikan disini, dengan dilengkapi sebatang anak panah besi mereka bisa tenggelam dibawah sana lebih lama dari kemampuan saya menahan napas.

Sore menjelang membuat kami harus beranjak meninggalkan pulau, tapi seketika keputusan itu berubah saat kami disuguhi hiburan yang sangat menarik. Sore itu, beberapa Eagle Fish keluar berburu! Ini pertama kalinya saya melihat elang yang terbang di pucuk langit terbang menukik ke turun ke danau untuk kemudian mencengkram ikan yang berenang di permukaan. Menarik!

Benarlah yang berkata, saat berlibur waktu melambat dan hari berlalu dengan cepat. Tiga hari di Lake Malawi rasanya tidak cukup. Sore itu kami harus kembali. Saya mengucapkan perpisahan kepada danau dan pohon baobab besar, berjanji untuk kembali lagi suatu hari nanti.

Matahari sore itu  tenggelam di ufuk danau merubah wajah biru danau menjadi kekuningan, warnanya mirip kotak perhiasan ibu saya di rumah. Saya penasaran, mungkin disinilah Tuhan menyembunyikan matahari setiap harinya.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s