Semangkok mie, sate dan segelas teh di sudut foto sempat membuat saya tertegun beberapa saat. Kembali mengingat kapan terakhir saya menikmati sajian sederhana berbahan tepung dan kuah hangat ini, sepertinya sudah lama sekali…

Saya bukanlah penggemar berat hidangan ini, tapi lidah saya tidak pernah dikecewakan oleh liatnya adonan dan kuah hangat semangkok mie. Tidak perduli apakah itu disajikan di warung pinggiran pasar atau di ruang-ruang mewah bangunan tinggi penghias kota.

Di negeri kecil tempat saya menetap, mie adalah hal yang hampir mustahil ditemukan…

Berkali-kali saya mencari, tapi nihil saya temui ada yang menjual walau hanya sebungkus mie instan rasa kaldu ayam. Maka seketika foto Wira Nurmansyah membawa kembali kenangan-kenangan awam saya yang tampaknya sederhana tapi kini begitu bermakna. Bagi saya mie tidak hanya hadir sebagai makanan, ada berbagai rasa yang dibagi disana, melebur dalam sajian yang memuaskan indera.

Ya, saya rindu kehangatan masyarakat timur yang tersaji dalam semangkok mie dan teh manis kala hujan turun… 

Hmm dan ini membuat saya berpikir, saat pulang nanti mie adalah hal pertama yang akan saya cari.

Serta tentunya kalian, teman untuk berbagi hangatnya cerita dan semangkok mie, mungkin? 🙂

Selamat kepada Wira Nurmansyah!

Serta terima kasih kepada kalian para pejalan yang telah singgah di halaman sederhana ini dan menyajikan santapan lezat penggugah selera. Kini waktunya kita kembali melanjutkan perjalanan dan berpindah mengikuti arah estafet berikutnya…

Sampai jumpa di turnamen foto perjalanan ronde ketiga! 

Tyonana!

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s