Siapapun kalian, bagaimana pun kalian memandang agama dan Tuhan saya percaya satu Syawal ini adalah hari yang istimewa. Saat kenangan kalian kembali menari di dalam reuni, saat jabat tangan dan hatur salam meluruhkan dosa yang merekat maha erat dan saat satu syawal hanyalah berarti libur, waktu istirahat ataupun sejenak pelepas penat.
Apapun itu, selamat berlebaran teman!
***
Doro Refugee Camp, 8 August 2013 [06:48pm]
Satu syawal kembali datang, saya pun [kembali] terpisah jauh dari rumah dan kemeriahannya. Pekerjaan ini membuat saya tidak memiliki dikotomi waktu sama sekali, siang ataupun malam, senin ataupun minggu tampak tak berbeda. Semua hanyalah gelinding demi gelinding waktu yang berlari saling memburu dan membuat saya [sayangnya] harus melepas satu syawal kali ini dengan tanpa apa-apa.
Lebaran ini bukan kali pertama saya terpisah jauh dari rumah, tapi lebaran kali ini adalah pertama kalinya saya berlebaran tanpa berlebaran. Satu syawal setahun yang lalu, Tuhan masih memberi saya waktu untuk melewatkannya dengan sedikit rasa. Kali ini, saya hanya mampu menikmati kemeriahannya dalam kesendirian.
Hari ini layaknya hari kemarin, klinik kami sedang sibuk-sibuknya. Wabah malaria mendekam cukup lama dan membuat antrian pasien mengular tanpa henti. Mereka yang datang dengan meriang ataupun sudah dalam keadaan koma tak mampu lagi saya hitung dengan jari, waktu kerja kami pun merentang semakin panjang. Beruntung saya masih mampu mengucapkan hatur salam kepada ibu melalui telepon pagi tadi, saat subuh baru saja berlalu dan sinyal telekomunikasi sedang sedikit bersahabat. Sedih? Ya tentu saja…
Saya rindu satu syawal yang biasa saya lalui, saya rindu dengan kemeriahan lebaran yang terekam jelas dalam ingatan kanak-kanak saya. Saya rindu kehangatan keluarga, soto banjar, coto makassar, pia keju dan berbagai macam cemilan yang tersaji di meja-meja tamu karib kerabat saya saat saya berkunjung di hari kedua lebaran.
Rasa rindu dan ketidakmampuan, saat-saat seperti ini kenangan yang menari tak pernah menjadi menyenangkan…
***
Sudah hampir pukul tujuh dan matahari satu syawal sebentar lagi akan terbenam, saya akhirnya mendapatkan waktu untuk sedikit berehat di salah satu sudut klinik kami. Dikarenakan jadwal kerja kami yang semakin lama semakin padat, semenjak beberapa bulan yang lalu sebuah tenda bagi kami beristirahat di dirikan di salah satu sudut klinik. Hanya butuh waktu singkat untuk menjadikannya spot favorit saya.
Rekan saya Lucka menghampiri dan bergabung, diciumnya kedua pipi saya sembari mengucapkan selamat lebaran. Saya tersenyum dan membalasnya, rupanya lebaran kali ini tak saya lewatkan sendiri.
“So Ied is like Christmas for Mosleem? Dia bertanya…
“Hmm, maybe the spirit is yes. You want to spend Christmas with people you love and care, no?” Sembari tersengir saya membalasnya.
“Well, not for me though. Christmas is the only holy day i can spend with myself”.
“You know, you need time for yourself sometimes. Some people choose shopping in Prague but I choose Christmas.”
“Hmm, so I guess this is my Christmas version of yours” Saya menyimpulkan dan mengamini. Ya, mungkin benar adanya bahwa satu syawal dan kesendirian kali ini adalah rahmat yang patut saya syukuri. Saya tersadar selama ini saya sering lupa menghaturkan maaf serta memaafkan diri saya sendiri, berdamai dengan diri saya sendiri.
Forgive because I deserve peace…
***
Hari ini saya berlebaran tanpa berlebaran, menjabat tangan kalian walau tanpa menjabat tangan kalian. Memohon maaf atas tiap kepingan waktu [yang saya percaya adalah hadiah paling berharga yang telah kalian bagi] dan mungkin sempat saya tukarkan dengan kenangan yang tidak menyenangkan. Semoga saja kita masih diberi kesempatan untuk bersua dan bertukar cerita di pertautan waktu berikutnya.
Dan hingga saat itu tiba, selamat berlebaran teman. Salam buat keluarga kalian.
Salam;
H