Tatkala Ia Bersolek, Saya pun Terpana!

Processed with VSCO with a5 preset

London – Inggris Raya, 10 Desember 2017 [11:22am]

Salju pertama turun delapan hari yang lalu, ia kasar dan tak beraturan. Terlalu tipis untuk memutihkan pekarangan dan lantai kota. Ia menguap hilang berganti hujan tebal yang menggantung lama. Salju tak pernah bersahabat dengan kota ini, begitu pikir saya.

Lebih setahun menamai kota ini sebagai rumah, salju adalah barang langka yang hanya singgah beberapa menit saja, teman-teman saya yang tumbuh dan besar di kota ini pun mengamininya. Beberapa dari mereka melewatkan dekade – dekade hidup dengan dapat menghitung jari berapa kali hujan salju berkunjung.

London yang muram dan kelabu adalah gambaran yang setiap harinya saya dapatkan, tetapi itu pula yang membuat saya mencintai kota ini. Karena dibalik bilik-bilik rumah di ruas jalan, terdapat lampu dan pemanas yang senantiasa dinyalakan, ruang makan senantiasa diliputi aroma masakan, pub yang bingar, kedai kopi yang menghangatkan serta orang-orang yang membuat saya merasa pulang.

Tetapi pagi ini saya terbangun di tengah hujan salju yang lebat, begitu lebatnya ia memutihkan kisi-kisi jendela saya dalam sekejap. Matahari yang biasanya muncul sesaat sebelum pukul sembilan tidak lagi tampak, langit layaknya diselubungi kelambu tipis. Dari puncak-puncak rumah yang berbagi pagar, cerobong asap memuntahkan uap perapian, pohon-pohon yang mengering kini berdaunkan bunga es, jalan serta gorong-gorong pun berselaput tua.

Wajah London berubah dalam semalam dan untuk sesaat saya tidak mengenali kota ini!

***

Seketika saya menjadi semangat untuk melewatkan hari di luar rumah, dan tampaknya sebagian besar penduduk kota pun berpikiran yang sama. Tak ada tempat yang lebih menarik untuk melihat wajah London yang bersolek salju tebal dibandingkan Alexander Palace. Sebagai salah satu titik tertinggi di utara kota, Alexander Palace menjadi tempat pertama kalinya BBC menyiarkan berita. Ia menyimpan cerita tentang gegap gempita kota London tatkala masa keemasan industri di Inggris Raya. Dari pekarangannya gulungan demi gulungan embus menutupi angkasa.

Tak ada yang lebih putih darinya.

Processed with VSCO with a6 preset
London yang memutih

Sudah lebih dari sedekade yang lalu sejak terakhir kalinya London diselimuti salju setebal ini, maka bagi banyak dari anak-anak yang lahir ataupun imigran yang berpindah setelah tahun 2010, ini adalah pengalaman pertama mereka menikmati salju. Berjalan menyisiri Alexander Palace saya menangkap wajah-wajah polos yang dengan ceria menikmati hamparan bunga es yang memutih, beberapa menggelindingkan bola salju, beberapa lainnya menghempaskan diri seraya membentangkan tangan dan membuat bingkai salju menyerupai sayap kupu-kupu.

Pun bagi saya yang lahir dan besar berbasuhkan matahari khatulistiwa, ada hal ajaib yang membuat interaksi pertama manusia dengan salju yang membuatnya begitu mengesankan.

Saya seketika tergerak untuk membagikan momen ajaib ini dengan ibu dan adinda kecil saya, mereka berdua belum pernah merasakan salju secara langsung.

Sekedar berbagi denganmu, ada satu yang paling menarik tatkala alam tengah berganti tema; Ia menampakkan wajah altruisme anak manusia yang terkadang tersembunyi oleh muramnya kota besar.

Sesaat setelah salju lebat turun, seorang imigran turki tetangga kami dengan baik hati menyapu serpihan es yang menutupi jalan. Banyak dari pengendara mobil ataupun orang yang tengah melintas di pinggir jalan yang tidak segan serta dengan tanggap turun membantu saat pengendara lainnya terjebak salju tebal. Pintu- pintu rumah pun terbuka dan mengundang orang yang melintas untuk sebentar saja berbagi kehangatan ruang sebelum melanjutkan perjalanan. Pergantian musim seakan melunakkan penduduk yang menghuni bangunan-bangunan beton di kota besar.

Membuat saya sedikit penasaran, apakah hal yang sama terjadi tatkala kemarau panjang melanda Somalia, taifun menyapu Filipina atau tatkala banjir menghampiri Indonesia?

Mungkin pergantian musim yang ekstrem menjadi pengingat bagi kita bahwa di bawah kubah bentala ini, satu-satunya yang membuat manusia dapat bertahan adalah saat mereka mengakar bersama.

Tabik.

2 thoughts on “Tatkala Ia Bersolek, Saya pun Terpana!

Leave a comment